Minggu, 31 Mei 2009

APA SALAH NEGERIKU ?

Malaysia adalah cerita negeri yang kian 'pemberani' dan pandai memanfaatkan 'peluang'. Setelah memenangi perebutan teritorial Sipadan dan Ligitan, si jiran ini kian percaya diri mengganggu Indonesia. Ia mulai mencoba 'peruntungan', menyerobot produk kesenian dan budaya Indonesia.

Setelah mendaftarkan paten batik, mengklaim lagu Rasa Sayange, angklung, dan reog ponorogo, Malaysia juga terus melakukan perburuan terhadap produk-produk budaya lainnya. Malaysia telah lama memburu naskah-naskah lama, dengan cara membeli dari penduduk. Dengan harga yang relatif menggiurkan, benda-benda milik bangsa yang tak ternilai harganya itu berpindah tangan menjadi milik orang-orang Malaysia.

Malaysia tahu betul kita memang negeri kaya yang pemiliknya tengah mengidap xenomania (mencintai secara berlebihan yang berasal dari luar negeri). Inferioritas kita kian menjadi-jadi karena berbagai kegagalan dan kemerosotan hampir di berbagai bidang.

Sejak merdeka negeri multietnik dan multikultural ini tak punya desain besar bagaimana membangun kebudayaan. Semuanya amat bergantung pada mood para petinggi negeri. Padahal, kebudayaan adalah sumber inspirasi untuk membangun karakter bangsa.

Pemalsuan dan penjualan benda-benda purbakala dari Museum Radya Pustaka, Solo, Jawa Tengah, adalah bukti betapa rendahnya rasa memiliki dan merawat produk budaya sendiri. Tengok saja umumnya museum-museum kita, kumuh dan tak terurus.

Kita tak bisa hanya marah menghadapi kelihaian Malaysia. Bangsa mana pun yang tak becus mengurus miliknya sendiri pasti akan menjadi incaran pihak lain. Dan, sudah terbukti di bidang ekonomi. Kita miskin karena kekayaan alam kita dicuri pihak asing. Di bidang budaya, jika kita terus menyia-nyiakannya, peninggalan tradisi juga bisa menjadi sumber masalah dan bukan sumber hikmah.

Klaim Malaysia atas produk budaya kita harus menjadi pelajaran yang amat berharga. Di negeri multikultur yang menyimpan kekayaan produk budaya yang luar biasa ini, kebudayaan harus menjadi prioritas perhatian. Pembangunan yang selama ini hanya menekankan aspek ekonomi dan melupakan membangun manusia terbukti gagal. Kita terbukti menjadi bangsa pemarah dan berwatak korup.

Membangun kebudayaan di negeri yang plural ini dengan menekankan toleransi dan penghormatan atas perbedaan berarti membangun manusia Indonesia yang berkarakter. Berkarakter berarti punya spirit dan kepercayaan diri tinggi untuk mencapai keunggulan. Karakter seperti itulah modal utama untuk menghadapi persaingan global yang kian keras

Wassalam.

1 komentar:

Rianda mengatakan...

haloa tiara.. sorry ya.. new is comment to your blog.. because i'm don't seeing to blog ..
malas lagi..

oya untuk menanpilkan anak kelas xii ipa ma terlalu seabrak panjang .. tiara..

blog na oke juga but minus daftar buku tamu ja yang kurang n how much see your blog..

Posting Komentar

 

TIARA BELLA PRATIWI | Designed by www.rindastemplates.com | Layout by Digi Scrap Kits | Author by Your Name :)