Rabu, 30 September 2009
APRESIASI TEATER
Ketika saya berlibur pada bulan ramadhan tahun ini, saya merasa sangat senang karena bias berkumpul dengan keluarga. Walaupun berlibur , namun kegiatan belajar tetap berlangsung namun ditempat yang berbeda yakni dirumah masing-masing. Artinya banyak tugas yang menanti. Tak apalah, yang pentiing libur.
Salah satu tugas yang minta dikerjain ya inilah. Membuat pengalaman seni selama liburan. Oleh karena itu, maka saya akan berbicara tentang tradisi di daerah saya yakni randai. Saya berperan sebagai apresiator sebuah kesenian yang sangat kompleks sekali didalamnya, ada seni teater, seni music, seni tari dengan judul “nilam sari”. Saya sangat salut terhadap pemain randai yang masih meneruskan tradisi kita. Saya juga sangat suka dengan penampilan bujang gadi ( laki-laki yang memakai pakaian perempuan.).
Hari Raya Enam. Disebut deikian karena, kita berpuasa selama lima hari dan pada hari keenam kita merayakannya. Makanya disebut hari raya enam.
Perayaannya dilakukan secara meriah dan tak kalah disbanding hari raya idul fitri. Pada hari raya itu diadakan perkumpulan antar suku, ada suku 5 kampung, suku 3 kampung, suku melayu dan suku cemin. Perkumpulan itu dimaksudkan agar para penerus mengetahui ninikmamaknya.
Perayaannya sangat meriah, gimana enggak sebelum berkumpul di rumah koto saja kita sudah berebut sampek-sampek yang isinya makanan dan kain, sehabis berkumpul diadakan pula panjat pinang. Dan sorenya ada juga panjat pinang.
Begitu seronoknya perayaan ini, saya berharap tradisi ini semakin kemilau saja dan bisa menjadi tuan di rumah sendiri. Hidup Indonesia ! Hidup Tradisi dan Budayanya!
KUNJUNGAN BUPATI KUANSING TO SMART SCHOOL
SMA Pintar merupakan sekolah yang dibina langsung oleh pemerintah kuantan singingi. SMA Pintar merupakan Asset kuantan singingi kedepannya. SMA Pintar mulai di bentuk sejak H. Sukarmis menjabat sebagai Bupati kuantan singing. Memang sejak pemerintahannya, Kuantan Singingi tampak semakin berkilau saja. Terlebih lagi, H. Sukarmis sangat memperhatikan pendidikan. Akibatnya, tercetuslah SMA Pintar.
Tentunya, hal tersebut sangat ditanggapi positif oleh masyarakat Kuantan Singingi. Terlebih kami yang merupakan siswa SMA Pintar itu sendiri. Oleh karena itu, ketika kami mendengar bahwa Bapak H. Sukarmis beserta staf ingin berbuka bersama dengan civitas akademika SMA Pintar, kami sangant antusias mendengarnya. Dimulai dari beres – beres yang sangat dimaksimalkan sampai dengan aneka hiburan berupa rebana.
Sejak sorenya, tak seperti biasa kami mandi lebih cepat untuk segera berkumpul di gerbang SMA Pintar. Cukup lama kami menanti, namun lelah itu segera hilang ketika melihat sosok pemimpin yang berjalan dengan gagahnya menggunakan baju hijau yang begitu damai.
Setelah itu acara berlanjut dengan foto bersama, hingga berbuka bersama. Semua terasa nkmat. Sampai akhirnya, beliau menyampaikan pujiannya terhadap sekolah kami. Awww seneng nya….
Kami berharap semoga acara ini terus berlanjut. Namun tentunya tidak di gedung tebengan lagi namun di gedung yang baru.
Amin…
Jumat, 11 September 2009
B_3 OKE PUNYAAA
Kalau punya teman sekamar itu, musti akur. ya sih kadang kalau kita lagi badmood, berimbas pada teman terdekat walaupun kadang ia gak ada hubungannya.
so, buat ngeabadiin kenangan kami semua. Makanya aku postingin nieh foto.
aku pengen nampilin, gimana asyiknya kalau kita punya ruang curhat sendiri di dalam ruangan yang sering kita kunjungi (kamar)
(kanan-kiri) ica, miza, tiara, lilik.
(kanan-kiri) Nanda, Laila, ica, Tiara anggota B-3
adek kelas X yang paling narsis
sejagat raya
Gimana coyy, asyk khan kalau akrab dengan teman sekamar...
Jumat, 04 September 2009
TEATER TRADISIONAL RIAU
Kalau bicara tentang tradisi, tentu saja kita membanggakan tradisi kita sendiri. Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk enghormati tradisi kita. Seperti, mempromosikannya tak hanya di dunia nyata bahkan dunia maya sekalipun.
Mak yong adalah salah satu jenis kesenian Melayu yang menggabungkan unsur-unsur ritual, tari, nyanyi, dan musik dalam pementasannya. Dalam pertunjukkannya, Mak Yong mempertemukan antara pemain dan penonton. Kesenian ini berasal dari daerah, yang dari segi budaya, termasuk rumpun Melayu, yaitu daerah Nara Yala, Patani pada sekitar abad ke-17. kemudian menyebar ke daerah Kelantan (sekitar 200 tahun yang lalu), tetapi tanpa memakai topeng seperti di tempat asalnya. Dari Kelantan ini Mak Yong kemudian menyebar ke
Mak Yong di Indonesia mengalami kejayaannya pada masa keemasan kesultanan Riau-Lingga dan pada masa sekitar tahun 1950-an. Pada masa kejayaannya ini Mak Yong pernah dianggap sebagai kesenian istana. Akan tetapi, dewasa ini kesenian tersebut tidak hanya menjadi konsumsi kelompok tertentu saja, melainkan sudah menjadi pertunjukkan yang dapat dinikmati oleh masyarakat umum.
Yang menarik sehubungan dengan keberadaan Mak Yong adalah perjalanan sebuah pertunjukkan tradisi lisan di dalam masyarakatnya yang masih mengandalkan kelisanan dan perjalanannya di luar masyarakat yang sudah memasuki dunia keberaksaraan. Secara umum tradisi lisan sering diartikan sebagai sastra rakyat dan tradisi tulis sebagai sastra istana. Tidaklah relevan disini mengartikan kelompok istana dengan tradisi tulisan dan sebaliknya. Justeru yang menarik adalah bagaimana sebuah karya yang tadinya dikatakan sebagai berasal dari istana lama-kelamaan menjadi tradisi rakyat, yang tidak hanya berfungsi sebagai pengesah adat-istiadat, tetapi juga kritik atau perlawanan terhadap istana, walaupun tidak sekeras seperti yang terjadi di daerah lain.
Jumlah pemain Mak Yong sekurang-kurangnya 15 orang. Setiap orang terkadang memerankan peran rangkap dengan menukar topeng. Para pemain terdiri atas tokoh utama, seperti Pak Yong, Mak Yong, pangeran yang sering dipanggil dengan istilah Cik Wang, Mak Yong yang sering memerankan sebagai permaisuri yang juga sering dipanggil dengn istilah Mak Senik, Awang pengasuh, dan beberapa orang yang berperan sebagai peran pembantu, seperti: Inang Perempuan Bertopeng, Mamak Bertopeng, Pembatak Bertopeng, dan dayang-dayang. Selebihnya, adalah pemain musik.
Jika pada Bangsawan tidak ada orang yang bertugas sebagai sutradara, maka pada kesenian Mak Yong ada sutradaranya yang disebut sebagai Ketua Panjak atau Bomo. Pertunjukkannya membutuhkan panggung terbuka dalam bentuk "tapal kuda", dengan ukuran 8x8 meter, beratap, dan bertiang 6 buah sebagai penopang atap tersebut.
Seperangkat peralatan musiknya terdiri atas: gendang pengibu, gendang penganak, gedombak (dua buah), geduk, gong atau ketawak (dua buah, satu betina dan satunya jantan), mong (dua buah, satu betina dan satunya jantan), breng-breng, cecrek, rebab, anak ayam, dan biola bambu. Peralatan tersebut sering disebut dengan "musik kelantan". Sementara itu, kostum yang digunakan meliputi: baju lengan pendek, celana, kain samping atau dagang, alas dada atau elau, tanjak, selampai, bengkung, pending, sabuk dua helai (untuk Pak Yong Tua dan Muda), kebaya panjang, kain sarung, pending tiga buah (untuk Mak Yong, Puteri, dan dayang-dayang), baju kurung pendek, dan selendang untuk Mak Inang Pengasuh. Adapun perlengkapan pendukungnya adalah rotan pemukul atau bilai yang terbuat dari bambu yang dibelah tujuh, parang, keris, kapak, panah, tongkat kayu, canggai, sembilan kuku palsu, dan beberapa topeng, yaitu topeng: Nenek Betara Guru, Nenek Betara Siwa, Awang Pengasuh, Inang Tua, Inang Muda, Wak Perambun, Mamak-mamak, Wak Pakih Jenang, Wak Dukun, Pembatak, Raja Jin, Peran Hutan, Peran Agung, Apek Kotak, dan beberapa topeng binatang. Sedangkan, urut-urutan pementasannya adalah sebagi berikut: (1) upacara tolak bala dengan cara mengasapi peralatan musik dan perangkat pementasan, (2) upacara semah (buka tanah) atau buang bahasa dengan menanam ramuan khusus ke tanah. Tujuannya untuk menghindari gangguan makluk halus, (3) pementasan dimulai dengan keluarnya Pak Yong, dan (4) pementasan diakhiri dengan tarian Cik Milik. (pepeng)
Sumber:
Amanrisa, Ediruslan dan Hasan Junus. t.t. Seni pertunjukan Tradisional (Teater Rakyat) Daerah Riau.
Galba, Sindu dan Siti Rohana. 2002. Peta Kesenian Rakyat Melayu Kebupaten kepulauan Riau, Tanjungpinang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Marden, William. 1999. Sejarah Sumatera.
Suparlan, Parsudi dan S. Boedhisantoso. Masyarakat Melayu dan Kebudayaan. Pekanbaru: Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Riau. 1986.