Jumat, 04 September 2009

TEATER TRADISIONAL RIAU





Kalau bicara tentang tradisi, tentu saja kita membanggakan tradisi kita sendiri. Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk enghormati tradisi kita. Seperti, mempromosikannya tak hanya di dunia nyata bahkan dunia maya sekalipun.

Mak yong adalah salah satu jenis kesenian Melayu yang menggabungkan unsur-unsur ritual, tari, nyanyi, dan musik dalam pementasannya. Dalam pertunjukkannya, Mak Yong mempertemukan antara pemain dan penonton. Kesenian ini berasal dari daerah, yang dari segi budaya, termasuk rumpun Melayu, yaitu daerah Nara Yala, Patani pada sekitar abad ke-17. kemudian menyebar ke daerah Kelantan (sekitar 200 tahun yang lalu), tetapi tanpa memakai topeng seperti di tempat asalnya. Dari Kelantan ini Mak Yong kemudian menyebar ke Indonesia, yaitu ke daerah Bintan dan Batam melalui Tanjung Kurau (Singapura).

Mak Yong di Indonesia mengalami kejayaannya pada masa keemasan kesultanan Riau-Lingga dan pada masa sekitar tahun 1950-an. Pada masa kejayaannya ini Mak Yong pernah dianggap sebagai kesenian istana. Akan tetapi, dewasa ini kesenian tersebut tidak hanya menjadi konsumsi kelompok tertentu saja, melainkan sudah menjadi pertunjukkan yang dapat dinikmati oleh masyarakat umum.

Yang menarik sehubungan dengan keberadaan Mak Yong adalah perjalanan sebuah pertunjukkan tradisi lisan di dalam masyarakatnya yang masih mengandalkan kelisanan dan perjalanannya di luar masyarakat yang sudah memasuki dunia keberaksaraan. Secara umum tradisi lisan sering diartikan sebagai sastra rakyat dan tradisi tulis sebagai sastra istana. Tidaklah relevan disini mengartikan kelompok istana dengan tradisi tulisan dan sebaliknya. Justeru yang menarik adalah bagaimana sebuah karya yang tadinya dikatakan sebagai berasal dari istana lama-kelamaan menjadi tradisi rakyat, yang tidak hanya berfungsi sebagai pengesah adat-istiadat, tetapi juga kritik atau perlawanan terhadap istana, walaupun tidak sekeras seperti yang terjadi di daerah lain.

Jumlah pemain Mak Yong sekurang-kurangnya 15 orang. Setiap orang terkadang memerankan peran rangkap dengan menukar topeng. Para pemain terdiri atas tokoh utama, seperti Pak Yong, Mak Yong, pangeran yang sering dipanggil dengan istilah Cik Wang, Mak Yong yang sering memerankan sebagai permaisuri yang juga sering dipanggil dengn istilah Mak Senik, Awang pengasuh, dan beberapa orang yang berperan sebagai peran pembantu, seperti: Inang Perempuan Bertopeng, Mamak Bertopeng, Pembatak Bertopeng, dan dayang-dayang. Selebihnya, adalah pemain musik.

Jika pada Bangsawan tidak ada orang yang bertugas sebagai sutradara, maka pada kesenian Mak Yong ada sutradaranya yang disebut sebagai Ketua Panjak atau Bomo. Pertunjukkannya membutuhkan panggung terbuka dalam bentuk "tapal kuda", dengan ukuran 8x8 meter, beratap, dan bertiang 6 buah sebagai penopang atap tersebut.

Seperangkat peralatan musiknya terdiri atas: gendang pengibu, gendang penganak, gedombak (dua buah), geduk, gong atau ketawak (dua buah, satu betina dan satunya jantan), mong (dua buah, satu betina dan satunya jantan), breng-breng, cecrek, rebab, anak ayam, dan biola bambu. Peralatan tersebut sering disebut dengan "musik kelantan". Sementara itu, kostum yang digunakan meliputi: baju lengan pendek, celana, kain samping atau dagang, alas dada atau elau, tanjak, selampai, bengkung, pending, sabuk dua helai (untuk Pak Yong Tua dan Muda), kebaya panjang, kain sarung, pending tiga buah (untuk Mak Yong, Puteri, dan dayang-dayang), baju kurung pendek, dan selendang untuk Mak Inang Pengasuh. Adapun perlengkapan pendukungnya adalah rotan pemukul atau bilai yang terbuat dari bambu yang dibelah tujuh, parang, keris, kapak, panah, tongkat kayu, canggai, sembilan kuku palsu, dan beberapa topeng, yaitu topeng: Nenek Betara Guru, Nenek Betara Siwa, Awang Pengasuh, Inang Tua, Inang Muda, Wak Perambun, Mamak-mamak, Wak Pakih Jenang, Wak Dukun, Pembatak, Raja Jin, Peran Hutan, Peran Agung, Apek Kotak, dan beberapa topeng binatang. Sedangkan, urut-urutan pementasannya adalah sebagi berikut: (1) upacara tolak bala dengan cara mengasapi peralatan musik dan perangkat pementasan, (2) upacara semah (buka tanah) atau buang bahasa dengan menanam ramuan khusus ke tanah. Tujuannya untuk menghindari gangguan makluk halus, (3) pementasan dimulai dengan keluarnya Pak Yong, dan (4) pementasan diakhiri dengan tarian Cik Milik. (pepeng)

Sumber:

Amanrisa, Ediruslan dan Hasan Junus. t.t. Seni pertunjukan Tradisional (Teater Rakyat) Daerah Riau.

Galba, Sindu dan Siti Rohana. 2002. Peta Kesenian Rakyat Melayu Kebupaten kepulauan Riau, Tanjungpinang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Marden, William. 1999. Sejarah Sumatera. Bandung: Remaja Rosdakarya

Suparlan, Parsudi dan S. Boedhisantoso. Masyarakat Melayu dan Kebudayaan. Pekanbaru: Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Riau. 1986.

0 komentar:

Posting Komentar

 

TIARA BELLA PRATIWI | Designed by www.rindastemplates.com | Layout by Digi Scrap Kits | Author by Your Name :)